Di
antara masalah yang membuat miris hati kaum muslimin yang konsisten dengan
ajaran Islam, banyaknya orang yang menikah dengan pasangan yang berbeda aqidah
tanpa
mengindahkan larangan dan aturan agama. Oleh sebab itu, masalah tersebut
perlu dibahas dengan merujuk kepada Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan sabda Rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan penjelasan
para ulama.
Muslimah
Menikah dengan Laki-Laki Non Muslim.
Tidak
ada seorang ulama pun yang membolehkan wanita muslimah menikah dengan
laki-laki non muslim, bahkan ijma’ ulama menyatakan haramnya
wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim, baik dari kalangan
musyrikin (Budha, Hindu, Majusi, Shinto, Konghucu, Penyembah kuburan dan
lain-lain) ataupun dari kalangan orang-orang murtad dan Ahlul Kitab
(Yahudi dan Nashrani).1 Hal ini berdasarkan firman Allah
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu
telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kemba-likan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir, mereka
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka.”
(Al
Mumtahanah: 10)
Di
dalam ayat ini, sangat jelas sekali Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan
bahwa wanita muslimah itu tidak halal bagi orang kafir. Dan di antara hikmah
pengharaman ini adalah bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang
lebih tinggi darinya.2 Dan sesungguhnya laki-laki itu memilki hak qawamah
(pengendalian) atas istrinya dan si istri itu wajib mentaatinya di dalam
perintah yang ma’ruf. Hal ini berarti mengandung makna perwalian
dan kekuasaan atas wanita, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak
menjadikan kekuasaan bagi orang kafir terhadap orang muslim atau
muslimah.3 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir atas
orang-orang mu’min.” (An
Nisaa: 141).
Kemudian
suami yang kafir itu tidak mengakui akan agama wanita muslimah, bahkan dia
itu mendustakan Kitabnya, mengingkari Rasulnya dan tidak mungkin rumah
tangga bisa damai dan kehidupan bisa terus berlangsung bila disertai
perbedaan yang sangat mendasar ini.4
Dan
di antara dalil yang mengharamkan
pernikahan ini adalah firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala ,
“Dan
jangalah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mu’min) sebelum mereka beriman.” (Al
Baqarah: 221).
Di
dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang para wali (ayah, kakek,
saudara, paman dan orang-orang yang memiliki hak perwalian atas wanita)
menikahkan wanita yang menjadi tanggung jawabnya dengan orang musyrik.
Yang dimaksud musyrik di sini adalah semua orang yang tidak beragama
Islam, mencakup penyembah berhala, Majusi, Yahudi, Nashrani dan orang yang
murtad dari Islam.5
Ibnu
Katsir Asy Syafi’iy
rahimahullah berkata, “Janganlah menikahkan wanita-wanita muslimat
dengan orang-orang musyrik.”6
Al
Imam Al Qurthubiy
rahimahullah berkata, “Janganlah menikahkan wanita muslimah dengan orang
musyrik. Dan Umat ini telah berijma’ bahwa laki-laki musyrik itu tidak
boleh menggauli wanita mu’minah, bagaimanapun bentuknya, karena
perbuatan itu merupakan penghinaan terhadap Islam.”7
Ibnu
Abdil Barr
rahimahullah berkata, (Ulama ijma’) bahwa muslimah tidak halal menjadi
istri orang kafir.8
Syaikh
Abu Bakar Al Jaza’iriy
hafidhahullah berkata, “Tidak halal bagi muslimah menikah dengan
orang kafir secara mutlaq, baik Ahlul Kitab ataupun bukan.”9
Syaikh
Shalih Al Fauzan hafidhahullah
berkata,
“Laki-laki kafir tidak halal menikahi wanita muslimah,10 berdasarkan
firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala, “Dan jangalah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka
beriman.” (Al Baqarah: 221).
Jelaslah
bahwa pernikahan antara muslimah dengan laki-laki non muslim itu adalah
haram, tidak sah dan bathil.
Pernikahan
Laki-Laki Muslim dengan Wanita Non Islam.
Sebagaimana
wanita muslimah haram dinikahi oleh laki-laki non muslim, begitu juga
laki-laki muslim haram menikah dengan wanita non Islam, berdasarkan Firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala,
“Dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman.” (Al
Baqarah: 221).
Ayat
ini secara umum menerangkan keharaman laki-laki muslim menikah dengan
wanita musyrik (kafir), meskipun ada ayat yang mengecualikan
darinya, yakni untuk wanita ahlu kitab, yang akan kita bahas nanti. Tidak
boleh seorang muslim menikahi wanita Budha, Hindu, Konghucu, Shinto,
wanita yang murtad dari Islam. Dan jika seorang laki-laki kafir masuk
Islam sedangkan istrinya tidak atau bila si istri murtad
dari Islam, maka dia harus melepaskannya,
berdasar-kan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
“Dan
janganlah kamu tetap berpegang pada
tali (perkawinan) dengan wanita-wanita kafir.” (Al
Mumtahanah: 10).
Di
dalam hal ini, sama saja baik wanita itu murtad masuk agama Ahlul Kitab
(Yahudi dan Nashrani) atau agama lainnya atau tidak masuk agama mana-mana
atau dia itu tidak shalat, tetap pernikahannya lepas, karena Islam tidak
mengakui statusnya saat masuk agama barunya, berbeda kalau memang dia dari
awalnya termasuk Ahlul Kitab, maka hal ini memiliki hukum
tersendiri.
Namun
dari keharaman menikahi wanita kafir ini dikecualikan terhadap wanita dari
kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashrani) yang memang sejak awal dia
memeluk agama ini, bukan karena
murtad, ini adalah pendapat Jumhur Ulama,11
yang didasarkan pada Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
“Dan
(dihalalkan bagi kalian meni-kahi) wanita-wanita yang menjaga kehor-matan
di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kalian.” (Al
Maidah: 5)
Namun
demikian, para ulama meng-anggap makruh12 pernikahan muslim dengan
wanita Ahlul Kitab. Umar Ibnu Al
Khaththab Radhiallaahu anhu pernah
memerintahkan Hudzaifah agar melepas istrinya yang beragama Yahudi,
beliau berkata, “Saya tidak mengklaim itu haram, namun saya khawatir
kalian mendapatkan wanita-wanita pezina dari mereka.”1314
Ibnu
Umar Radhiallaahu anhu berpendapat,
haram hukumnya
menikahi wanita Ahlul Kitab. Beliau berkata saat ditanya tentang laki-laki
muslim menikahi wanita Yahudi atau Nashrani, “Allah Subhanahu wa
Ta'ala mengharamkan menikahi wanita-wanita musyrik atas kaum muslimin dan
saya tidak mengetahui sesuatu dari syirik yang lebih dahsyat dari
perkataan wanita, bahwa Tuhannya adalah Isa, atau hamba dari hamba Allah
Subhanahu wa Ta'ala.”15
Namun
sebenarnya ada perbedaan antara syiriknya orang-orang musyrik dengan
syiriknya Ahlul Kitab, yaitu kemusy-rikan di dalam keyakinan orang
musyrik adalah asli (pokok) ajaran mereka, sedangkan syirik pada Ahlul
Kitab adalah bid’ah di dalam agama mereka, ini sebagaimana yang
dijelaskan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah t.16
Dan
perlu diingat bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala hanya membolehkan menikahi
wanita Ahlul Kitab, jika wanita itu wanita yang selalu menjaga
kehormatannya, selain mereka, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkannya.
Selanjutnya kita patut bertanya, “Adakah wanita ahlul kitab yang mampu
menjaga kehormatannya?” Realitas menunjuk-kan, wanita-wanita muslim pun
banyak yang tak sanggup menjaga kehormatan diri mereka, yang di antaranya
disebabkan oleh profokasi wanita ahlul kitab. Yang terpengaruh sudah
begitu parah keadaannya, bagaimana lagi yang mempengaruhi (yang merupakan
sumber kehinaan diri). Untuk itu, setiap muslim dituntut agar bersikap
selektif dan waspada demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, apalagi
dalam hal yang menyangkut keselamatan akidah dan masa depan Islam dan kaum
muslimin. Wallahu a’lam. (Abu Sulaiman)
Endnote:
-
Fiqhus Sunnah: 2/181, Rawai’ul Bayan 1/289.
-
Rawai’ul Bayan 1/289.
-
Fiqhus Sunnah: 2/181
-
Fiqhus Sunnah: 2/181
-
Rawai’ul Bayan 1/289.
-
Tafsir Al Quranil Adhim 1/348.
-
Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 3/67, lihat pula Fathul Qadir Karya Asy Syaukani 1/284, Fathul Bayan Fi Maqaslidil Qur’an karya Shiddiq Hasan Khan 1/446.
-
Al Ijma Karya Ibnu Abdil Barr: 250.
-
Minhajul Muslim: 563.
-
Al Mulakhkhash Al Fiqhiy 2/272.
-
Al Mulakhkhash Al Fiqhiy 2/272, Fiqhus Sunnah 2/179, Tafsir Ibni Katsir 1/347, Al Jami Li Ahkamil Qur’an 3/63-65, Asy Syarhul Kabir Karya Ar Rafiiy 8/67-73, Rawai’ul Bayan 1/287.
-
Ini dikarenakan kekhawatiran akan pengaruh isteri terhadap suaminya juga akan anak-anaknya.
-
Isnadnya shahih, lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/347.
-
Dan memang untuk zaman sekarang sangat sulit mencari wanita yang mampu menjaga kehormatan dari kalangan Yahudi dan Nashrani.
-
Tafsir Ibnu Katsir ibid, Al Jami Li Ahkamil Qur’an ibid, Rawai’ul Bayan ibid.
-
Al Fatawa Al Kubraa 3/116-117.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar